Apa Hukum Hukum Pernikahan Dalam Islam

Hukum Pernikahan dalam Islam

Jumhur ulama menyebut bahwa hukum pernikahan pada seseorang bisa berubah dan tiap orangnya dapat berbeda lantaran tergantung kondisi dan permasalahan yang dialami.

Berikut berbagai hukumnya yang dilansir dari Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan, Fiqih Islam wa Adilatuhu karya Wahbah az-Zuhaili, dan Panduan Lengkap Muamalah oleh Muhammad Bagir:

Menjadi wajib apabila seorang muslim telah cukup kemampuan untuk melangsungkannya, baik secara finansial maupun lahir batin. Di sisi lain ia memiliki hasrat seksual yang tinggi dan khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan jika ia tidak menikah. Ia juga tidak mampu menjaga dirinya dari perbuatan hina dengan cara lain seperti puasa.

Mengingat bahwa menjaga kesucian dan kehormatan adalah suatu keharusan, begitu pula dengan menjauhi perbuatan yang dilarang agama. Sehingga cara terbaik baginya adalah dengan menikah.

Apabila seseorang akan mendzalimi serta membahayakan pasangannya jika menikah, seperti dalam kondisi tidak dapat memenuhi kebutuhan pernikahan lahiriah dan batiniah, atau tidak mampu berbuat adil terhadap istri-istrinya. Juga menjadi haram bila hendak melakukan penipuan.

Atau ada kasus di mana salah satu pasangannya menderita penyakit yang bisa menghalangi kebahagiaan di antara mereka kelak, maka tidak halal baginya untuk menyembunyikan hal itu. Kecuali telah memberitahukan kekurangannya itu kepada calom pasangannya.

Tidak menjadi wajib melainkan sunnah jika seseorang sudah mampu dalam finansial dan pemenuhan lahir batin, tetapi tidak takut akan tergelincir kepada perilaku yang dilarang. Dilatarbelakangi pula dengan umurnya yang terbilang masih muda.

Orang dengan keadaan seperti ini sebatas dianjurkan untuk menikah, tidak sampai diwajibkan. Lantaran ia mampu menjaga dirinya dari perbuatan zina.

Bagi orang yang tidak punya penghasilan serta tidak mampu memenuhi kebutuhan batiniah, tetapi calon istrinya rela dan memiliki harta cukup untuk menghidupi mereka. Dengan kondisi seperti ini, maka menikah adalah makhruh bila dipandang dalam Islam.

Di mana seseorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada zina, dzalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah. Tidak ada pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang yakni boleh (mubah).

Pernikahan termasuk perwujudan ibadah dalam agama Islam. Bahkan pernikahan disebut sebagai ibadah terpanjang.

Pada dasarnya, hukum pernikahan dalam Islam sendiri sangat dianjurkan Rasulullah bagi mereka yang mampu untuk melaksanakannya. Akan tetapi, hukum nikah dapat berubah tergantung situasi serta kondisi seseorang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip NU Online, pernikahan dalam Islam ditilik dari sudut pandang hukum sebagai berikut.

حُكم النِكَاحِ شَرْعُا للنكاح أحكام متعددة، وليس حكماً واحداً، وذلك تبعاً للحالة التي يكون عليها الشخص

Artinya: "Hukum nikah secara syara'. Nikah memiliki hukum yang berbeda-beda, tidak hanya satu. Hal ini mengikuti kondisi seseorang (secara kasuistik)," (Sa'id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji 'ala Madzhabil Imamis Syâfi'i, Surabaya, Al-Fithrah, 2000, juz IV, halaman 17).

Dari penjelasan tersebut, maka hukum nikah berbeda-beda sesuai dengan kondisi seseorang dan tidak bisa disamaratakan.

Dirangkum dari buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam (2023), berikut macam-macam hukum pernikahan dalam Islam dan kriterianya.

Bagi orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah, serta khawatir dirinya terjerumus perbuatan zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib.

Hal itu didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Seseorang dikatakan wajib untuk menikah apabila:

Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah sunah.

Pernikahan dianggap sunah untuk dilakukan apabila:

Seseorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada zina, zalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah.

Tidak ada pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang tersebut yakni boleh atau mubah, yang artinya tidak berdosa dan tidak pula berpahala apabila dilakukan.

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan tetapi orang tersebut tidak punya penghasilan serta tidak mampu memenuhi kebutuhan batiniah.

Sementara calon istrinya rela dan memiliki harta cukup untuk menghidupi mereka. Dengan kondisi seperti itu, maka hukum pernikahannya dalam Islam dipandang makruh, yakni tidak dianjurkan atau tidak disukai.

Pernikahan haram hukumnya bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga.

Apabila melangsungkan perkawinan berpotensi menelantarkan dirinya dan istrinya maka hukum melakukan pernikahanan bagi orang itu haram.

Pernikahan bisa menjadi haram apabila:

Itulah beberapa penjelasan tentang hukum pernikahan dalam Islam, mulai dari wajib, sunah, mubah, makruh, sampai haram yang harus diketahui setiap Muslim.

Pelaksanaan hukum pernikahan dalam Islam diatur oleh syariat. Hukum dari menikah atas dasar situasi dan kondisi seorang yang akan menikah.

Hukum pernikahan dalam Islam terbagi dalam beberapa kategori yang memiliki kondisi berbeda. Menikah menjadi satu cara untuk bersyukur atas nikmat cinta dan kehidupan yang telah Allah berikan Bahkan, menikah dikatakan sebagai salah satu cara terbaik untuk menyempurnakan setengah iman.

Dalam Islam, menikah adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Menikah dapat membantu seseorang menjaga kesucian diri dari perbuatan zina. Ibadah ini sangat dianjurkan bagi seorang muslim yang mampu untuk menjalankannya

Untuk memahami hukum pernikahan secara lebih lanjut, melakukan konsultasi pada guru atau orang yang lebih paham mengenai Islam sangat dianjurkan.

Hal ini untuk mengetahui kesinambungan kondisi tiap individu untuk melangsungkan pernikahan. Pernikahan diniatkan untuk membawa kebahagiaan.

Mendapat Keturunan

Salah satu tujuan penting dari pernikahan adalah memperoleh keturunan (anak). Keturunan yang shaleh dan shalehah diharapkan dapat menjadi penerus yang menjaga dan mengembangkan nilai-nilai Islam. Islam menganjurkan untuk setiap umatnya melangsungkan pernikahan dan memiliki keturunan.

Meskipun dianjurkan untuk memiliki keturunan, Islam juga mengakui pentingnya perencanaan keluarga.

Pasangan suami istri dapat merencanakan jumlah dan jarak kelahiran anak-anak. Cara-cara yang dilakukan juga harus halal dan sesuai dengan syariat.

Memenuhi kebutuhan dalam konteks pernikahan menurut Islam mencakup berbagai aspek kehidupan. Baik itu kebutuhan fisik, emosional, maupun spiritual. Dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan ini, pasangan suami istri dapat membangun keluarga yang harmonis sesuai dengan tuntunan Islam.

Syarat Sah Pernikahan

Setelah memahami apa saja hukum pernikahan dalam Islam, Anda juga perlu mengetahui syarat sahnya agar dapat diakui di mata agama. Berikut beberapa syarat pernikahan:

Baca juga: Pentingnya Perjanjian Pra Nikah Untuk Masa Depan Indah

Memenuhi syarat-syarat di atas sangat penting, karena menyangkut keabsahan suatu pernikahan di mata agama maupun di mata negara. Pernikahan yang tidak memenuhi syarat di atas dianggap tidak sah.

Dalam Islam, pernikahan memiliki beberapa hikmah atau manfaat yang dapat dirasakan oleh pasangan suami istri. Berikut hikmah pernikahan yang perlu Anda ketahui:

Melangsungkan pernikahan dapat menjaga diri dari perbuatan zina, karena pernikahan merupakan jalan yang halal untuk memenuhi kebutuhan biologis. Apalagi perbuatan zina termasuk salah satu dosa yang dilarang dalam agama.

Pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dapat menyempurnakan separuh agama. Hal ini didukung oleh hadits Rasulullah yang berbunyi:

“Apabila seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi).

Tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Pernikahan yang dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang akan menciptakan keluarga yang tentram dan damai (sakinnah), penuh kasih sayang (mawaddah), dan penuh belas kasih (warahmah).

Pernikahan merupakan perintah Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya dan sunnah dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu, pernikahan menjadi ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan bagi orang yang memenuhi syarat.

Dengan memahami hukum pernikahan dalam Islam, tentunya diharapkan Anda akan mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan dalam rumah tangga.

Hukum Pernikahan dalam Islam

Hukum pernikahan dalam Islam berdasarkan pada Al-Qur'an, sunnah, dan Ijma' para ulama. Secara umum, hukum pernikahan dalam Islam adalah mubah atau boleh dilakukan.

Namun, ada beberapa hal yang dapat membuat hukum pernikahan menjadi wajib atau haram. Berikut ini hukum pernikahan yang dilansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama Jawa Timur untuk Anda pahami lebih lanjut:

Hukum pernikahan yang pertama adalah sunnah bagi orang yang mampu. Menikah merupakan amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW agar terhindar dari perbuatan zina.

Dalam sebuah hadits Riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda,

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu menikah, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya." (HR. Bukhari no. 4779).

Hukum pernikahan dalam Islam yang kedua yaitu sunnah ditinggalkan. Meskipun sudah siap untuk menikah, namun sebaiknya pernikahan ditunda apabila belum memiliki kemampuan finansial untuk menafkahi istri.

Hal ini sesuai sunnah Rasulullah SAW yang ditegaskan dalam hadits Riwayat Bukhari yang berbunyi:

“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”

Dalam kondisi ini, lebih baik fokus untuk meningkatkan kemampuan finansial, memperbanyak ibadah, dan berpuasa agar diberikan kemampuan untuk menikah.

Hukum pernikahan makruh berlaku bagi orang yang tidak memiliki keinginan untuk menikah, baik karena karakternya yang memang demikian ataupun karena alasan kesehatan.

Ditambah lagi, orang tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan keluarganya. Jika dipaksakan untuk menikah, dikhawatirkan hak dan kewajiban dalam pernikahan tidak akan terpenuhi.

Hukum pernikahan dalam Islam menganjurkan bagi mereka yang mampu untuk menikah dan menafkahi istri dan keluarga.

Namun, pengecualian berlaku bagi orang yang memilih untuk tidak menikah dengan alasan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Contohnya, seseorang yang sedang fokus menuntut ilmu atau memiliki prioritas lain yang lebih penting daripada pernikahan. Dalam situasi ini, hukum pernikahan baginya lebih diutamakan untuk tidak menikah terlebih dahulu.

Bagi orang yang mampu, hukum pernikahan menjadi lebih utama dibandingkan dengan menundanya. Hal ini berbeda dengan orang yang menunda pernikahan karena kesibukan menuntut ilmu atau beribadah.

Meskipun menikah dianjurkan, Islam memberikan toleransi hukum pernikahan dengan alasan tertentu, seperti belum siap secara finansial, ingin fokus pada pendidikan, atau memiliki kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.

Meningkatkan Ibadah

Sejalan dengan hukum pernikahan dalam Islam, pernikahan yang baik dapat meningkatkan ibadah seseorang. Suami dan istri dapat saling mengingatkan untuk menjalankan ibadah wajib seperti salat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Suami istri juga bisa saling mengajak untuk berbuat kebaikan.

Pasangan yang menikah dianjurkan untuk melakukan salat berjamaah di rumah atau masjid. Salat berjamaah dapat meningkatkan pahala untuk keduanya. Serta memperkuat ikatan spiritual yang terjalin antara suami dan istri.

Menikah adalah bentuk ibadah yang sangat mulia. Dalam setiap langkah yang diambil bersama pasangan, ada pahala yang menunggu. Saling menguatkan dalam ibadah dan bersama-sama membangun keluarga yang penuh berkah.

Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.

Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.

Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.

Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.

Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.

Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.

Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.

Menjalin Hubungan Rumah Tangga

Sesuai dengan hukum pernikahan dalam Islam, menikah artinya akan membangun rumah tangga bersama.

Menjalin hubungan rumah tangga dalam Islam memerlukan upaya dari kedua belah pihak. Suami dan istri diharuskan untuk terbuka dan jujur satu sama lain.

Keterbukaan dalam berkomunikasi membantu mengatasi masalah sebelum berkembang menjadi konflik besar.

Mendengarkan pasangan dengan penuh perhatian dapat membantu memahami perasaan pasangan. Mengungkapkan rasa cinta secara rutin juga dapat memperkuat ikatan emosional.

Agar pernikahan dianggap sah secara ketentuan. Terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi sebelum melangsungkan pernikahan bagi calon mempelai. Elemen-elemen dasar berikut ini harus ada dalam sebuah pernikahan.

Syarat-syarat di atas harus dipenuhi oleh kedua mempelai. Pemenuhan semua rukun dan syarat ini menjadi bagian dari kepastian bahwa pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam akan mendapatkan berkah dari Allah SWT.

Hukum pernikahan dalam Islam terbagi menjadi 5 kategori. Menikah dan kurban adalah dua ibadah yang memiliki kaitan erat dalam hal pengorbanan dan ketaatan. Sahabat juga dapat menyalurkan kurban atas nama suami-istri melalui Program Qurban Yatim Mandiri yang telah berpengalaman.

YOGYAKARTA- Kajian jelang berbuka di masjid Islamic Center UAD pada hari Sabtu (30/03) membahas tema tentang hukum dan Islam yang disampaikan oleh M. Habibi Miftakhul Marwa SHI, MH (Dosen Fakultas Hukum UAD) selaku pemateri.

Mengutip dari Rene David guru besar hukum dan ekonomi universitas Paris, Habibi menyampaikan bahwa tidak mungkin orang memperoleh gambaran yang jelas tentang Islam sebagai suatu kebulatan, jika orang tidak mempelajari hukumnya. Kemudian kerangka dalam Islam itu ada 3, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah berbicara tentang keyakinan dan keimanan serta bagaimana tentang ketauhidan. Syariah adalah sistem hukum yang ada di dalam ajaran agama Islam. Syariah merupakan kumpulan norma ilahi yang Allah turunkan kepada umat manusia. Akhlak secara garis besar adalah sistem etika dan moral yang ada di dalam ajaran agama Islam. Antara ketiga kerangka tersebut terdapat satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Islam memiliki kumpulan aturan yang lengkap hampir bisa dikatakan setiap aktivitas yang ada di dalam kehidupan manusia ini Islam memiliki sistem aturan. Aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah dalam syariat itu ada aturan yang mengatur terkait tata cara beribadah dan membangun hubungan dengan Allah SWT. Islam juga mengatur tata cara membangun hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam yang disebut dengan muamalah.

Kemudian Habibi juga menjelaskan terkait perbedaan syariat dan hukum. Di mana syariat itu adalah kumpulan norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah), hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan (muamalah).

Dan hukum merupakan suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur atau mengatur masyarakat atau aturan apapun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti aturan dari perlemen. Manusia harus di atur agar manusia bisa hidup tertib agar tidak terjadi konflik. Dia juga menyampaikan bisa disebut hukum apabila memenuhi 4 unsur yaitu ada aturan, ada yang membuat, bersifat memaksa, ada sanksinya bagi para pelanggar aturan.

“Kedudukan hukum dalam Islam saling terikat karena Islam menjadi agama paripurna yang berisi aturan-aturan dan yang menjadi sumber hukum utama dalam Islam adalah Alquran dan hadis. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum umat Islam.” Terangnya.

Dalam Alquran memiliki kandungan hukum, seperti pada surat surat madaniyah kandungannya berkaitan dengan hukum. Ayat-ayat hukum di dalam Alquran ada sekitar 368 ayat atau sekitar 5,8 persen dari seluruh ayat di dalam Alquran. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum telah meletakkan hukum-hukum modern di tengah masyarakat arab yang masih jahiliah. Nabi Muhammad datang membawa perubahan terkait sistem hukum yang ada di Arab pra Islam. (Ekha Yulia Ningsih)

Merencanakan Pernikahan dengan Tabungan GOAL Savers iB

GOAL Savers iB merupakan solusi bagi Anda yang ingin rajin menabung, termasuk untuk mempersiapkan biaya pernikahan. Dengan persyaratan mudah dan ringan, tabungan syariah dari CIMB Niaga ini akan membantu Anda menabung secara disiplin dan teratur.

Anda bisa menentukan sendiri goal impian bersama pasangan dengan pilihan menabung dalam frekuensi harian/mingguan/bulanan. Tersedia juga fitur autodebet yang akan memudahkan Anda pada saat setoran rutin dan pencairan saat jatuh tempo.

Setelah melangsungkan pernikahan impian, jangan lupa untuk mempersiapkan hunian yang nyaman. KPR Xtra Fixed iB CIMB Niaga bisa membantu Anda mewujudkan rumah impian dengan keuntungan sebagai berikut:

Tunggu apalagi? Mari persiapkan pernikahan impian Anda dan pasangan bersama CIMB Niaga. Cari tahu informasi menarik lainnya di sini.

Menikah jika dilihat dari segi bahasa yaitu al-wat'u yang artinya bersenggama atau berhubungan seksual dan al-dammu yang artinya mengumpulkan atau menggabungkan. Menikah juga diartikan sebagai majazi (metafor) sebagai "akad", karena akad menjadi sebab dibolehkannya hubungan badan secara seksual. Hal ini dijelaskan oleh Dr. Holilur Rohman, M.H.I dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam Menurut Empat Mazhab.

Ahmat Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia Pernikahan menjelaskan soal perkawinan antara laki-laki dan perempuan serta menyatu untuk hidup sebagai suami istri dalam ikatan pernikahan adalah salah satu ciri manusia sejak pertama kali diciptakan. Karena pernikahan adalah jaminan atas keberlangsungan peradaban umat manusia di muka bumi.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 1:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An-Nisa: 1)

Pernikahan juga menjadi suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulnya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 32:

وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."

Ada hukum menikah sesuai dengan kondisinya masing-masing yaitu wajib, haram, makruh, sunnah dan mubah. Berikut penjelasan yang dijelaskan oleh Dr. Holilur Rohman, M.H.I:

Menurut Mazhab Hanafi, hukum menikah adalah sebagai berikut:

1. FardhuHukum menikah menjadi fardhu jika terpenuhi empat syarat, yaitu:- Adanya keyakinan jika tidak menikah maka terjerumus pada zina.- Tidak mampu berpuasa yang bisa mencegahnya dari perbuatan zina.- Tidak bisa mempunyai budak perempuan.- Mampu memberi mahar dan infak dengan cara halal.

2. WajibMenikah hukumnya wajib (bukan fardhu) jika mempunyai keinginan kuat untuk menikah dan khawatir terjerumus pada perzinaan jika tidak menikah. Hukum menikah menjadi wajib jika keempat syarat kefardhuan nikah telah terlampaui.

3. Sunnah MuakadahHukum menikah menjadi sunnah muakadah jika mempunyai keinginan untuk menikah, tapi dia masih bisa menahan dan tidak khawatir terjerumus pada perzinaan. Dalam kondisi seperti ini, jika tidak menikah hukumnya berdosa kecil yang lebih ringan dari dosa meninggalkan kewajiban.

Syarat kesunnahan di atas berlaku jika dia mampu memberi nafkah halal. Jika menikah dengan niat agar tidak terjerumus pada dosa, baik untuk dirinya atau pasangannya, maka dia mendapat pahala. Jika tidak berniat, pada tidak mendapat pahala.

4. HaramHukum nikah jadi haram jika ada keyakinan kuat pernikahannya bisa mendorong suami atau istri untuk mencari nafkah haram dengan cara berbuat jahat atau menzalimi orang lain.

5. MakruhHukum menikah menjadi makruh tahrim jika pernikahannya dikhawatirkan akan berdampak pada mencari nafkah haram dengan cara berbuat jahat atau menzalimi orang lain dan kekhawatiran tersebut tidak bersifat pasti dan dia tidak meyakininya seratus persen.

6. MubahHukum menikah menjadi mubah jika mempunyai keinginan menikah sekedar untuk melampiaskan nafsu biologis, tapi tidak khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah. Jika dia menikah diniatkan menjaga diri dari perbuatan zina atau mendapatkan keturunan, maka hukumnya sunnah.

1. FardhuHukum menikah menjadi wajib bagi orang yang mampu memberi nafkah jika memenuhi syarat-syarat berikut:- Mempunyai keinginan untuk menikah.- Ada kekhawatiran akan terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah.- Tidak mampu bernuansa agar bisa menahan diri dari berbuat zina.- Tidak mempunyai kemampuan membeli budak perempuan.Adapun bagi orang yang tidak mampu mendapatkan penghasilan untuk memberi nafkah, hukum menikahnya menjadi fardu jika terpenuhi tiga syarat:- Khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah.- Tidak mampu berpuasa agar bisa menahan diri dari berbuat zina, atau mampu berpuasa akan tetapi puasanya tidak bisa membendung keinginannya untuk berbuat zina.- Tidak mampu membeli budak perempuan.

2. HaramHukum nikah menjadi haram jika seseorang khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah dan dia tidak mampu mencari pekerjaan halal untuk memberi nafkah, atau tidak mampu berhubungan badan dengan istri (al-wat'u).

Jika istri tahu bahwa suaminya tidak bisa memberi nafkah halal dan istri rela, atau istri tahu bahwa suaminya tidak bisa berhubungan badan dan istri rela, maka hukum keharamannya menjadi hilang dan menjadi boleh menikah jika istri tergolong orang yang rasyidah (orang yang akalnya sempurna dan memahami persoalan pengelolaan harta).

3. SunnahHukum menikah menjadi sunnah bagi seseorang yang tidak ada keinginan untuk menikah akan tetapi dia punya keinginan untuk mendapatkan keturunan, dengan syarat dia harus mampu menunaikan kewajiban untuk memberi nafkah dan juga mampu berhubungan badan dengan istrinya.

4. MakruhHukum menikah bagi laki-laki atau perempuan menjadi makruh jika dia sama sekali tidak ada keinginan untuk menikah dan jika menikah dikhawatirkan tidak bisa menunaikan kewajibannya sebagai suami atau istri.

5. MubahHukum menikah menjadi mubah (boleh) jika dia tidak punya keinginan untuk menikah, tidak punya keinginan untuk mempunyai keturunan dan dia mampu menunaikan kewajiban pernikahan dan pernikahannya tidak membuatnya terganggu untuk melakukan perbuatan tatawwu (perbuatan baik atau ibadah).

Hukum asal nikah adalah boleh, kecuali bagi seseorang yang tidak bisa menahan dirinya dari perbuatan dosa seperti berzina, maka dia wajib menjaga dirinya dengan menikah jika tidak ada cara lain selain menikah. Menikah termasuk syariat yang diturunkan Allah kepada umat Islam. Hal ini didasarkan pada ayat Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتْمَى فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلُثَ وَرُبَعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا

Artinya: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Menurut al-Jaziri, hukum menikah menurut Mazhab Syafi'i secara lengkap adalah sebagai berikut:

1. MubahMenurut Mazhab Syafii, hukum asal nikah adalah boleh (ibahah). Jika seseorang menikah dengan niat bersenang-senang dan sekadar melampiaskan syahwat saja, maka hukumnya ibahah (boleh). Akan tetapi jika niat nikahnya untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat dan agar mendapatkan keturunan, hukumnya menjadi sunnah.

2. WajibHukum menikah menjadi wajib jika menikah menjadi satu-satunya cara agar terhindar dari perbuatan haram, baik bagi laki laki atau perempuan. Misalnya jika laki-laki hanya bisa menghindar dari perbuatan zina dengan cara menikah, maka hukumnya wajib. Begitu juga bagi perempuan jika menikah menjadi satu-satunya cara agar terhindar dari tindakan jahat dari seseorang, maka baginya menikah menjadi wajib.

3. MakruhHukum menikah menjadi makruh jika dia merasa tidak mampu menjalankan kewajiban dalam pernikahan. Misalnya seorang perempuan yang tidak mempunyai keinginan dan tidak membutuhkan menikah, dan dia tidak khawatir ada seseorang yang akan bertindak jahat kepadanya, atau bagi laki-laki yang tidak mempunyai keinginan menikah dan dia tidak mampu memberi mahar dan nafkah halal, maka hukumnya makruh menikah.

4. SunnahHukum sunnah nikah juga terjadi bagi siapapun yang mempunyai keinginan menikah dan sudah mampu memenuhi kewajiban rumah tangga.

Catatan:Bagi orang yang mampu memenuhi kewajiban menikah dan tidak ada penyakit atau halangan untuk mendekati atau berhubungan dengan pasangan, maka:

1. Jika dia ahli ibadah, lebih baik tidak menikah karena dikhawatirkan pernikahannya "menggangu" ibadah yang biasa dilakukan.

2. Jika dia bukan ahli ibadah, lebih baik menikah karena khawatir terjerumus dalam kemaksiatan atau perbuatan dosa.

1. WajibMenurut riwayat Imam Ahmad, hukum menikah adalah wajib, yaitu bagi seseorang (laki-laki atau perempuan) yang khawatir terjerumus pada hal yang dilarang seperti perzinahan jika tidak menikah, walaupun kekhawatirannya tersebut bersifat dzan (sangkaan kuat).

Hukum wajib ini berlaku bagi siapa pun, baik bagi orang yang mampu memberi nafkah atau tidak mampu. Jika dia sudah merasa khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah, dia wajib menikah dengan berusaha mencari rezeki yang halal dan berharap kepada Allah akan dimudahkan jalan rezekinya.

2.HaramHukum menikah menjadi haram jika berada di dar al-harb (bukan negara Islam) kecuali dalam keadaan darurat. Jika dia menjadi seorang tahanan yang sedang ditahan, hukum haramnya berlaku secara mutlak dalam keadaan apa pun.

Hukum menikah menjadi sunnah bagi seseorang (laki-laki atau perempuan) yang mempunyai keinginan menikah akan tetapi tidak ada kekhawatiran terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah. Pernikahan pada kondisi ini dianggap lebih utama daripada kesunnahan lain karena bertujuan menjaga diri dan pasangan dari perbuatan tercela, dan juga bertujuan untuk memiliki keturunan yang dianjurkan agama untuk membangun komunitas Muslim yang kuat. Mubah

4. Hukum menikah menjadi mubah bagi seseorang yang tidak mempunyai keinginan menikah, seperti orang tua renta dan orang yang lemah syahwat, dengan syarat pernikahannya tidak membawa bahaya atau kesengsaraan bagi istri. Jika pernikahannya justru akan menyengsarakan istri atau berdampak bahaya bagi istri, maka pernikahannya menjadi haram.

Berikut adalah ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar hukum pernikahan dalam Islam:

1. Q.S. Ar-Rum ayat 21

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum:21)

2. Q.S. An-Nahl ayat 72

وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ

Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka, mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah." (QS. An-Nahl:72)

Kemudian dalam hadis terdapat beberapa hadis yang menjadi dasar hukum pernikahan dalam Islam. Berikut beberapa hadis tersebut:

"Jika seseorang menikah maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh lainnya." (HR. Baihaqi)

"Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barang siapa membenci sunahku, ia tidak termasuk umatku." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pernikahan adalah ikatan yang sakral, untuk itu tak bisa sembarang melangsungkannya. Para ulama bahkan menetapkan sejumlah hukum atas pelaksanaan pernikahan yang didasari dari situasi serta kondisi seseorang, dengan tujuan agar bisa menggapai hubungan yang baik serta harmonis. Lalu apa hukum pernikahan dalam Islam?

Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan mengemukakan pada dasarnya pernikahan adalah ciri manusia sejak pertama kali diciptakan. Sebagaimana Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS, lalu dijadikan pula Hawa oleh-Nya. Kemudian keduanya terikat dalam pernikahan dan hingga sekarang seluruh umat manusia adalah keturunan mereka.

Syariat pula menganjurkan kaum muslim untuk menikah. Terlebih menikah merupakan bagian dari sunnah para rasul, dan Nabi SAW pernah bersabda:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

Artinya: "Menikah itu bagian dari sunnah ku, maka siapa yang tidak beramal dengan sunnah ku, maka bukanlah dari golonganku." (HR Ibnu Majah)

Allah melalui kalam-Nya turut menyatakan bahwa pernikahan adalah bagian dari kebesaran-Nya, dalam Surat Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Arab Latin: Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja'ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn

Artinya: Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Hukum Pernikahan dalam Islam

Pelaksanaan hukum pernikahan dalam agama Islam telah diatur oleh syariat. Hukum dari menikah memiliki beberapa kategori berdasarkan situasi dan kondisi dari seorang individu yang hendak menikah. Tidak semua kondisi mewajibkan adanya pernikahan.

Hukum pernikahan dalam Islam bagi yang sudah memiliki kemampuan secara finansial dan fisik adalah wajib.

Pernikahan dilakukan untuk menghindari kekhawatiran akan jatuh dalam perbuatan zina jika tidak menikah. Dalam kondisi ini, menikah menjadi kewajiban untuk menghindari dosa besar.

Seorang muslim diharuskan untuk menjaga dirinya dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Salah satu kriteria yang harus terpenuhi bagi seorang muslim yang diwajibkan untuk menikah adalah keadaan jasmani dan rohani yang sempurna. Artinya, kondisi fisik dan mentalnya sudah harus matang.

Bagi seseorang yang mampu menikah dan tidak khawatir jatuh dalam perbuatan zina, menikah disunnahkan. Menikah sangat dianjurkan dalam Islam. Pernikahan merupakan salah satu cara untuk menjaga kehormatan diri.

Pernikahan dapat menjadi makruh jika seorang muslim merasa bahwa dirinya tidak akan mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai suami atau istri. Misalnya saja tidak mampu memberikan nafkah atau perhatian yang cukup kepada pasangannya. Kondisi ini tidak dianjurkan (makruh).

Hukum pernikahan dalam Islam yang dianggap mubah ialah ketika seorang muslim tidak berada dalam kondisi yang memaksanya untuk menikah.

Dirinya merasa tidak khawatir akan berbuat zina dan tidak memiliki alasan yang kuat untuk tidak menikah. Hukum pernikahannya menjadi mubah.

Kondisi haram ditujukan bagi seseorang yang menikahi dengan melanggar syariat Islam. Dirinya tidak memiliki kemampuan dan keinginan untuk melaksanakan pernikahan. Misalnya menikahi mahram (keluarga dekat) dan menikah dengan tujuan melakukan penipuan (eksploitasi).

Dalam pernikahan, Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri secara adil dan seimbang. Setiap pasangan harus saling menghormati dan memenuhi kewajibannya.

Pasangan suami istri diharapkan untuk saling mendukung dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Islam sangat menekankan pentingnya niat dan tujuan pernikahan.

Setiap muslim dianjurkan untuk mempertimbangkan pernikahan dengan matang dan sesuai dengan ketentuan. Sebelum memutuskan untuk menikah, ada baiknya mengetahui tujuan–tujuan dari pernikahan menurut Islam.

Memahami 5 Hukum Pernikahan dalam Islam

“Pernikahan merupakan ikatan yang sakral dan abadi. Maka dari itu, Anda perlu memahami bagaimana kedudukan dan hukum pernikahan di mata agama dan negara agar bisa menjalani rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah.”

Di Indonesia, hukum pernikahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Hukum pernikahan tersebut bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban suami dan istri.

Secara umum, pernikahan dapat diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Dalam islam, pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan. Ada banyak ayat Al-Quran dan dalil yang menjadi landasan hukum pernikahan dalam Islam, salah satunya dalam Surat An-Nur ayat 32 yang berbunyi:

“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menikah, baik laki-laki maupun perempuan. Maka dari itu, tidak ada salahnya Anda mulai mempersiapkan budget untuk melangsungkan pernikahan mulai dari sekarang.

Anda bisa membuka rekening tabungan khusus agar lebih mudah menabung dan tidak bercampur dengan dana pribadi. Anda bisa membuka tabungan GOAL Savers iB yang akan membantu disiplin menabung dengan pilihan frekuensi harian/mingguan/bulanan untuk mewujudkan pernikahan impian Anda bersama pasangan.

Baca juga: Syarat dan Cara Daftar Nikah Online yang Harus Anda Ketahui